Masa
awal pacaran, ada masa di mana sang cowok diwajibkan main ke rumah ceweknya,
sekaligus kenalan sama ortu si cewek. Dengan begitu, si cewek akan merasa yakin
dengan cinta yang diberikan si cowok kepadanya. Menurut gue, teori ini ada
benarnya juga, makanya gue mau waktu dulu saat diajak dia maen kerumahnya,
walaupun gue belum siap. Yang pentig, cewek gue yakin terhadap ketulusan gue.
Waktu itu gue datang dengan pakaian
yang biasa aja, Cuma bermodal kaos putih polos dan celana panjang kusam. Sampai
di dalam rumah, gue melihat mamanya cewek gue lagi masak di dapur. Sebagai
calon menantu yang baik, gue pergi ke dapur untuk caper menyapanya.
Tanpa basa-basi gue langsug
menyapanya. “Apa kabar Mama?”
Dia menatap gue dari ujung kepala
sampai ujung kaki. “Kerja di mana kamu?
“Saya masih kuliah, Mah,” jawab gue
singkat.
“Oh,” katanya sinis. “Kirain udah
kerja. Pake apa kamu kesini?”
“Pake motor.”
“Oh.” Jawabnya super duper singkat.
Gue sakit hati.
Gue serasa langkah awal gue bakalan
gak mulus, nih. Mamanya serem. Ekstrim.
Kemudian gue duduk di ruangan tamu,
sementara itu, pacar gue sedang membuatkan teh manis buat gue. Calon istri yang
baik.
Tak lama, cewek gue datang membawa
segelas teh buat gue.”Nih, Yang, teh manisnya. Cepetan coba.”
“Iya, aku minum ya.” Gue meminum
tehnya dengan harapan akan manis seperti pembuatnya. Tapi… teh nya PAIT banget!
“Enak ga?” Tanya dia.
Dengan bermaksud menghargai dia, gue
terpaksa bohong dikit. “Iya… en… enak.” Gue diam sebentar, dan melanjutkan
bertanya, “tapi kok pait, ya?”
“Ah, masa?”
“Iya beneran.”
Dia menampilkan raut wajah kecewa.
“Tuh kan. Maaf ya Sayang. Tadi tuh tehnya ditambahin sama mama. Katanya sih gak
enak kalo tehnya sedikit. Maaf ya. Malah jadi pait.”
APA? Ternyata Mamahnya itu mau
ngeracunin gue atau gimana, sih? Gue langsung pergi ke kamar mandi buat muntah
tuh air teh yang siapa tau ada racunnya. Benar -benar langkah awal yang sulit.
Tapi, tekad gue bulat untuk terus berjuang!
Selagi gue asik ngobrol bareng dia,
terdengar suara gaduh yang berasal dari dapur, saat gue tanya itu suara apa,
pacar gue jawab, “Itu suara Mamah lagi nyincang daging.” Tuh kan. Perasaan gue
mulai gak enak. Gue jadi inget film Rumah Darah, orang-orang yang masuk ke satu
rumah dan gak bisa keluar, malah mereka dicincang sama yang punya rumah. Serem.
Tapi gue coba untuk berfikir positif, mengalihkan fikiran negative gue dengan
melihat-lihat foto keluarga yang ada di ruang tamu. Dan ada satu foto yang
mencengangkan.
“Yang, itu cowok yang foto bareng
mobil, kenapa di simpen di situ? siapa?” tanya gue penasaran.
“Itu… itu…” dia memberanikan diri
menjawab jujur. “itu mantan aku.”
“Kok fotonya kamu pajang? Terus,
fokus fotonya malah ke mobil, bukan ke orangnya. Maksudnya apaa, sih?” gue
tambah penasaran bercampur kesal.
Dia menjelaskan tentang foto
mantannya itu, kenapa sampai bisa dipajang di situ. “Itu yang memfotonya
Mamaku, dia juga yang nyimpen di situ. Mama baik banget sama dia, beda sikapnya
sama mantan-mantan aku yang lain.”
“Emang kenapa Mama kamu bisa baik
sama dia?” tanya gue
“Mungkin karena dia punya mobil.
Sedangkan mantan-mantan aku semuannya cuma pake motor.”
Setelah mendengar kalimat itu, gue
langsung mutusin pacar gue lalu pergi. Yap, soalnya gue juga pake motor. Udah
bisa ditebak hubungan gue sama dia kedepannya kayak gimana. Terkadang, ada
kalanya kita harus menyerah dan tak memaksakan sesuatu. Karena, sesuatu yang
dipaksa itu gak enak.