Jaman
SMA, gue sama pacar sering nongkrong di kantin. Sengaja, karena gue gak ada
modal buat nongkrong di café dan semacamnya. Kita melebur dalam obrolan serius
tentang hukum-hukum fisika. Saat dia mengeluarkan istilah-istilah yang gak gue
ngerti, gue cuma tersenyum dan mengangguk sok tau. Itu cara cowok menjaga
tingkat keren mereka. Gue mulai terpojok di obrolan yang menurut gue agak
berat, ini saatnya gue mengalihkan pembicaraan. Gue mulai mencari-cari jalan
untuk memindahkan topik, dan gue teringat satu kata yang wow banget, yaitu
“Gombal”. Ya, gue harus menggombal agar gue bisa keluar dari obrolan ini.
Geu mulai mengalihkan pembicaraan.
“Yang, papa kamu astronot, ya?”
Dia kebingungan. “Hah? Ada-ada aja
kamu. Apaan sih?”
“Jawab dong, ‘Kok tau’ gitu.” Gue
kesal karena apa yang gue harapkan tidak terjadi.
“Iya, iya. Kok tau? Emang kenapa?”
“Karena kamu selalu menerangiku.
Seperti bintang,” jawab gue disertai ketawa.
“Yang menerangi itu matahari sayang.
Bukan bintang. Lagian mana ada bintang di siang hari,” jawabnya sewot.
Gue gak mau kalah. Gue memcoba
menjelaskan. “Matahari itu termasuk bintang. Sama kayak Sirius, Canopus,
Arcturus dan lainnya.”
“Tapikan bintang itu munculnya di
malam hari. Gak ada orang yang menyebut bintang adanya di siang hari.”
“Ya karena mereka gak tau aja.”
“Kamu bilang aku bodoh? Gitu?”
“Gak bilang kamu bodoh.”
Dia mulai marah. “Dengan kamu
ngomong gitu, sama aja kamu nyama-nyamain aku sama mereka.”
“Enggak gitu juga,” ucap gue pelan.
Kenapa jadi ribut gini, pikir gue.
Tau-tau gitu, gue mending pusing dengerin dia bicara tentang fisika. Ah, ilmu
pengetahuan tidak menjamin menjadikan seseorang banyak yang menyukai. Seperti gue dan dia, harus saling melengkapi
dari kelebihan den kekurangan masing-masing. Apa yang dia tau, gue gak tau. Apa
yang gue tau, dia gak tau. Dan gue sadar, di sini lah tugas ‘kita’ untuk saling
melengkapi kekurangan.
Yang mau nge-gombal, silahkan di: @CharlyFbh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar